Siang itu aku masih bingung atas pengalaman seksku yang luar biasa. Mengingat wanita2 yang aku gauli kemarin, aku teringat Bu Lia yang suaminya dinas tiga hari. berarti hari ini dan besok Bu Lia masih sendiri. Aku ke rumah Bu Lia, sekedar ingin tahu apakah Bu Lia mau lagi bersetubuh denganku atau cukup perpisahan kemarin saja.
Diluar dugaan, Bu Lia malah semakin bernafsu. Dia mengajari dan mempraktekkan posisi2 bersetubuh yang pernah ditonton di BF. Kami bercinta di atas kasur hingga ke atas kursi dan kamar mandi. beberapa kali Bu Lia mengejang. Sedang aku menjaga untuk tidak sampai mengeluarkan mani.
Selesai dengan Bu Lia, aku ke pabriknya Maman dan diantar Maman ke rumahnya. Lalu Maman kembali ke pabriknya meninggalkan kami berdua. Ening agak berat melepas Maman pergi.
Aku duduk berdua ditepi ranjang dengan Ening. Kubilang agar kita melakukan pemanasan supaya sama2 terangsang. Karena Ening menunggu, maka aku berinisiatif memainkan melakukan pemanasan. Saat kumainkan susunya dan itilnya ia memejamkan mata. Lalu saat kujilati itilnya, dia kaget. Aku berhenti. Setelah tenang, kujilati lagi vaginanya. Ening menikmati.
Lalu kubimbing tangannya memegang penisku. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat penisku.
"punyamu gede..", kata Ening pelan.
"Supaya aku panas, tititku dielus2", aku minta Ening mengelus2. Dan Ening mengelus2. kelihatannya dia masih terkagum dengan ukuran penisku.
"Terus diemut, dihisap2", kataku. Ening diam.
"Kayak aku tadi, menghisap2 memek Ening", aku menjelaskan.
Agak ragu Ening menciumi penisku. Lalu memasukkan penisku kemulutnya dan dihisap2. Aku menggoyang2kan pantatku sehingga penisku masuk dan keluar mulutnya.
Ening menikmati dan selanjutnya mudah bagi kami untuk berhubungan seks. Aku coba beberapa posisi, aku diatas, Ening diatas, dari samping dan Ening nungging. Ening berkali2 mencapai puncak, sedangkan aku sekali.
Kami istirahat. sejam kemudian kuhampiri lagi Ening dan kuajak berhubungan lagi. Ening menyambut senang. Kali ini kami bermain di kamar mandi dengan berbagai posisi berdiri. Ening dan aku mencapai puncak. Dan kami beristirahat lagi.
Setelah Maman pulang, kami makan malam bersama. Lalu Maman minta aku menggauli istrinya lagi. Aku membimbing Ening ke kamar sedangkan Maman menunggu di ruang tamu. Selesai menggauli Maman masuk ke kamar dan kudengar suara suami istri yang sedang bergaul. Setelah itu Maman keluar, kami berbasa basi sebentar lalu aku pamit pulang.
Esoknya, aku sempatkan sekali lagi ke Bu Lia dan bersetubuh di pagi hari. Sedangkan sorenya kembali menyetubuhi Ening berkali2. Setelah itu malamnya Maman menggauli istrinya.
Dua hari berikutnya aku tidak ke Bu Lia karena suaminya sudah pulang. Aku nginap di rumah Maman dan bersetubuh dengan Ening, pagi, siang , sore, malam. Di malam hari saat Ening dan aku berhubungan, Maman tiduran di ruang tamu. Setelah aku selesai, Maman menyetubuhi Ening sebagai penutup. Dan besok pagi buta, saat penisku ngaceng setiap bangun tidur, aku menghampiri Ening. Maman yang tidur disebelahnya sempat terganggu, namun ia segera berpindah tidur. Dan aku menyetubuhi Ening.
"Aku capek dan pegel2 di ewe berkali2. Sama kamu terus gantian sama Maman. Tapi enak dan puas..", Ening kelihatannya sudah kecanduan seks
Rabu, 30 Maret 2011
lanjut 4
Besoknya, aku segera ke Pak Bandi pegawai perpustakaan untuk mengembalikan buku, tetapi rumah Pak Bandi tutupan, kata tetangga lagi pulang kampong ke mertuanya. Lalu aku ke pegawai perpustakaan lain, tapi juga sedang tidak di rumah. Capek berkeliling2 aku memutuskan untuk kembali ke rumah. Saat kembali aku melewati rumah Bu Lia, terpikir untuk menitipkan buku ke Bu Lia.
Saat aku datang, Bu Lia sedang santai menonton tivi di ruang tamu. Ia kaget aku mampir, tapi senang. Kami ngobrol2 sejenak. Lalu Bu Lia minta tolong aku pindahkan box ke atas lemari, karena suaminya sedang dinas tiga hari ke Cirebon. Bu Lia membawa box dari bawah, aku berdiri diatas kursi mengangkat ke atas lemari. Setelah itu Bu Lia merebahan di kasur. Aku membawakan minum untuknya.
“Lagi kurang enak badan ya Bu?” tanyaku.
“Enggak kok. Cuma ibu positif hamil dua bulan,” katanya.
“Kok perutnya nggak besar?”, kulihat perutnya masih rata
“Kalau baru dua bulan memang belum kelihatan. Nanti kalau sudah empat bulan baru mulai kelihatan”, jawabnya.
Kupegang perutnya dan kuelus2. Dia tersenyum. Entah pikiran apa yang ada dalam benakku, aku tidur disamping Bu Lia sambil mengelus2 perutnya. Dia menatap tajam.
“Kalau hamil susunya makin besar ya Bu?”, aku bertanya sambil memindahkan tanganku dari perutnya ke dadanya. Bu Lia mengangguk dan tersenyum lagi. Tanganku menyingkap baju dan bh nya, sehingga muncullah susunya yang mulai membesar. Aku belai2 susunya dan putingnya, dia hanya memandangku. Kuhisap putingnya, tangan Bu Lia membelai kepalaku. Tanganku beralih kebalik celana dalamnya dan mengusap2 jembut, bibir vagina, lubang vagina dan itilnya. Bu Lia mulai mendesah.
Kulepas celana dalamnya, lalu kuciumi dan kumainkan vaginanya. Bu Lia menikmati, lalu dia bangkit untuk mencopot celanaku.
“Seperti dulu lagi ya Bu”, tanyaku. Bu Lia tersenyum.
“Bagusnya sih sekalian bugil”, aku mencopot bajuku. Bu Lia juga mencopot baju dan bh nya.
Dalam keadaan bugil, dikasur itu kami saling memainkan kelamin. Bu Lia memainkan penisku dan aku memainkan vaginanya. Orang bilang posisi 69. Cukup lama kami bermain dan aku sudah tak sabar ingin memasukkan penis ke vaginanya.
“ibu sekarang sudah hamil oleh Pak Endang kan?, jadi sekarang boleh dong”, aku minta izin mencoblos. Bu Lia tersenyum. Seolah mendapat izin, segera aku mengambil posisi menindih tubuhnya. Bu Lia menahan.
“ada bayi diperut. Tidak boleh ditindih”, katanya. Aku bingung harus bagaimana. Selama ini aku cuma bisa menindih saat beradegan seks.
Melihat aku bingung, akhirnya Bu Lia merebahkanku terlentang, lalu dia mengambil posisi duduk diselangkanganku. Di luruskan penisku ke vaginanya dan dia mulai menekan perlahan. Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke vaginanya. Bu Lia meringis dan menghentikan tekanannya. Lalu dia coba menekan lagi, sehingga penisku masuk lebih dalam. Lalu bu Lia berhenti sejenak. Lalu menekan lagi. Lalu berhenti sejenak. Demikian terus sampai penisku tak bisa masuk lebih dalam karena mentok.
“ohh..” desah Bu Lia. “punyamu panjang, nggak muat di memek ibu”, desahnya.
Bu Lia mulai menggoyang2kan pantatnya, keatas kebawah, kedepan kebelakang, ke kiri ke kanan. Dia bergoyang sambil kumat kamit. Aku merasakan enaknya digoyang2. Goyangan Bu Lia semakin kencang dan semakin kencang. Sampai akhirnya ia mengerang panjang dan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku. ‘aaahhh..’
“Bu hati2 bayi dalam perut kegencet”, aku mengingatkan. “hhhe” ia tersenyum dan tertawa tersengal. Bu Lia tetap rebah diatasku. Aku tak bisa bergerak.
“Bu, aku belum keluar”, kataku berbisik
Bu Lia tersenyum, “dari belakang saja” katanya sambil bergerak menungging di kasur
Aku segera kebelakangnya dan memasukkan penisku ke vaginanya. Lalu kuhunjamkan penisku membentur dinding dalam vagina Bu Lia. Dia mengaduh sakit tapi nikmat. Cukup lama aku menghunjam hingga akhirnya maniku muncrat didalam vaginanya. Aku terkulai lemas dan karena capek berkeliling kota, aku terlelap sejenak.
Lima belas menit kemudian aku terjaga, kulihat Bu Lia sedang menyiapkan minuman sirup untukku. Ia hanya menggunakan daster tipis dan dari bayangan tubuhnya terlihat ia tidak memakai bh dan celana dalam. Aku jadi terangsang.
Dalam keadaan masih bugil, aku menghampiri Bu Lia dan memeluknya dari belakang. Bu Lia tersenyum, "Mau lagi?". Aku mengangguk.
Bu Lia mencopot dasternya, membalikkan badannya dan menciumku. Aku meraba2 seluruh lekuk tubuhnya dan menggesek2kan penisku yang sudah ngaceng ke vaginanya. Bu Lia tersenyum, berjongkok mencium penisku dan membimbingku lagi ke kasur. Dikasur ia merebahkan diri sambil membuka selangkanganya. Aku merayap diatasnya dan mulai menusukkan kembali penisku ke vaginanya. Agak canggung karena tidak mau menindih perutnya yang hamil muda. Bu Lia lalu mengangkat kakinya dan meletakkan dipundakku. Posisi ini memudahkanku untuk menggenjot tanpa harus menindih perutnya.
Yang mengasyikan, dengan posisi ini vagina Bu Lia terasa lebih dangkal, sehingga penisku cepat mentok. Terasa nikmat bagiku dan bagi Bu Lia.
"Ahh uhh ahhh uhhh..", Bu Lia mengeluh setiap penisku menyentuh dinding dalam vaginanya.
Setelah sama2 mencapai puncak kami akhiri adegan seks kedua ini, lalu minum bersama dalam keadaan bugil. Rasanya aneh berjalan2 di dalam kamar dalam keadaan sama2 bugil. Sampai akhirnya aku berpamitan.
Bu Lia menyuruhku untuk mandi dan makan dulu. Saat mandi Bu Lia menemani dan menyabuniku. Aku kembali ngaceng dan mau tidak mau kembali menghunjamkan penisku di vagina Bu Lia.
Saat aku datang, Bu Lia sedang santai menonton tivi di ruang tamu. Ia kaget aku mampir, tapi senang. Kami ngobrol2 sejenak. Lalu Bu Lia minta tolong aku pindahkan box ke atas lemari, karena suaminya sedang dinas tiga hari ke Cirebon. Bu Lia membawa box dari bawah, aku berdiri diatas kursi mengangkat ke atas lemari. Setelah itu Bu Lia merebahan di kasur. Aku membawakan minum untuknya.
“Lagi kurang enak badan ya Bu?” tanyaku.
“Enggak kok. Cuma ibu positif hamil dua bulan,” katanya.
“Kok perutnya nggak besar?”, kulihat perutnya masih rata
“Kalau baru dua bulan memang belum kelihatan. Nanti kalau sudah empat bulan baru mulai kelihatan”, jawabnya.
Kupegang perutnya dan kuelus2. Dia tersenyum. Entah pikiran apa yang ada dalam benakku, aku tidur disamping Bu Lia sambil mengelus2 perutnya. Dia menatap tajam.
“Kalau hamil susunya makin besar ya Bu?”, aku bertanya sambil memindahkan tanganku dari perutnya ke dadanya. Bu Lia mengangguk dan tersenyum lagi. Tanganku menyingkap baju dan bh nya, sehingga muncullah susunya yang mulai membesar. Aku belai2 susunya dan putingnya, dia hanya memandangku. Kuhisap putingnya, tangan Bu Lia membelai kepalaku. Tanganku beralih kebalik celana dalamnya dan mengusap2 jembut, bibir vagina, lubang vagina dan itilnya. Bu Lia mulai mendesah.
Kulepas celana dalamnya, lalu kuciumi dan kumainkan vaginanya. Bu Lia menikmati, lalu dia bangkit untuk mencopot celanaku.
“Seperti dulu lagi ya Bu”, tanyaku. Bu Lia tersenyum.
“Bagusnya sih sekalian bugil”, aku mencopot bajuku. Bu Lia juga mencopot baju dan bh nya.
Dalam keadaan bugil, dikasur itu kami saling memainkan kelamin. Bu Lia memainkan penisku dan aku memainkan vaginanya. Orang bilang posisi 69. Cukup lama kami bermain dan aku sudah tak sabar ingin memasukkan penis ke vaginanya.
“ibu sekarang sudah hamil oleh Pak Endang kan?, jadi sekarang boleh dong”, aku minta izin mencoblos. Bu Lia tersenyum. Seolah mendapat izin, segera aku mengambil posisi menindih tubuhnya. Bu Lia menahan.
“ada bayi diperut. Tidak boleh ditindih”, katanya. Aku bingung harus bagaimana. Selama ini aku cuma bisa menindih saat beradegan seks.
Melihat aku bingung, akhirnya Bu Lia merebahkanku terlentang, lalu dia mengambil posisi duduk diselangkanganku. Di luruskan penisku ke vaginanya dan dia mulai menekan perlahan. Penisku mulai masuk sedikit demi sedikit ke vaginanya. Bu Lia meringis dan menghentikan tekanannya. Lalu dia coba menekan lagi, sehingga penisku masuk lebih dalam. Lalu bu Lia berhenti sejenak. Lalu menekan lagi. Lalu berhenti sejenak. Demikian terus sampai penisku tak bisa masuk lebih dalam karena mentok.
“ohh..” desah Bu Lia. “punyamu panjang, nggak muat di memek ibu”, desahnya.
Bu Lia mulai menggoyang2kan pantatnya, keatas kebawah, kedepan kebelakang, ke kiri ke kanan. Dia bergoyang sambil kumat kamit. Aku merasakan enaknya digoyang2. Goyangan Bu Lia semakin kencang dan semakin kencang. Sampai akhirnya ia mengerang panjang dan menjatuhkan tubuhnya diatas tubuhku. ‘aaahhh..’
“Bu hati2 bayi dalam perut kegencet”, aku mengingatkan. “hhhe” ia tersenyum dan tertawa tersengal. Bu Lia tetap rebah diatasku. Aku tak bisa bergerak.
“Bu, aku belum keluar”, kataku berbisik
Bu Lia tersenyum, “dari belakang saja” katanya sambil bergerak menungging di kasur
Aku segera kebelakangnya dan memasukkan penisku ke vaginanya. Lalu kuhunjamkan penisku membentur dinding dalam vagina Bu Lia. Dia mengaduh sakit tapi nikmat. Cukup lama aku menghunjam hingga akhirnya maniku muncrat didalam vaginanya. Aku terkulai lemas dan karena capek berkeliling kota, aku terlelap sejenak.
Lima belas menit kemudian aku terjaga, kulihat Bu Lia sedang menyiapkan minuman sirup untukku. Ia hanya menggunakan daster tipis dan dari bayangan tubuhnya terlihat ia tidak memakai bh dan celana dalam. Aku jadi terangsang.
Dalam keadaan masih bugil, aku menghampiri Bu Lia dan memeluknya dari belakang. Bu Lia tersenyum, "Mau lagi?". Aku mengangguk.
Bu Lia mencopot dasternya, membalikkan badannya dan menciumku. Aku meraba2 seluruh lekuk tubuhnya dan menggesek2kan penisku yang sudah ngaceng ke vaginanya. Bu Lia tersenyum, berjongkok mencium penisku dan membimbingku lagi ke kasur. Dikasur ia merebahkan diri sambil membuka selangkanganya. Aku merayap diatasnya dan mulai menusukkan kembali penisku ke vaginanya. Agak canggung karena tidak mau menindih perutnya yang hamil muda. Bu Lia lalu mengangkat kakinya dan meletakkan dipundakku. Posisi ini memudahkanku untuk menggenjot tanpa harus menindih perutnya.
Yang mengasyikan, dengan posisi ini vagina Bu Lia terasa lebih dangkal, sehingga penisku cepat mentok. Terasa nikmat bagiku dan bagi Bu Lia.
"Ahh uhh ahhh uhhh..", Bu Lia mengeluh setiap penisku menyentuh dinding dalam vaginanya.
Setelah sama2 mencapai puncak kami akhiri adegan seks kedua ini, lalu minum bersama dalam keadaan bugil. Rasanya aneh berjalan2 di dalam kamar dalam keadaan sama2 bugil. Sampai akhirnya aku berpamitan.
Bu Lia menyuruhku untuk mandi dan makan dulu. Saat mandi Bu Lia menemani dan menyabuniku. Aku kembali ngaceng dan mau tidak mau kembali menghunjamkan penisku di vagina Bu Lia.
lanjut 3
Mengetahui aku pamit akan pindah, Ceu Kokom menawarkan untuk mampir kerumahnya dan makan siang disana. Karena memang lapar, aku setuju, sekalian aku pamitan pada keluarganya. Lalu Ceu Kokom dan aku bersama2 ke rumahnya.
“Baru jam dua belas. Adek dan bapak baru pulang jam setengah dua-an. Mau makan duluan atau mau nunggu?”, tanya Ceu Kokom. Karena ingin bertemuakhirnya kuputuskan untuk menunggu.
Tak lama, terdengar suara bayi. Rupanya bayinya Ceu Kokom. Karena ingin kenal, aku ikut melihat bayinya, seorang bayi laki2 yang montok dan lucu.
“Namanya Andi Ahmad, panggilannya Andi”, kata Ceu Kokom sambil meraih bayi, menggendong dan mengeluarkan susunya dari bh untuk menyusui si bayi. Tapi bayinya tidak mau menyusu. Rupanya ia ngompol dan tidak nyaman karena pempersnya penuh pipis.
“Sekalian mandi saja ya sayang..”, kata Ceu Kokom pada bayinya sambil mencopot baju bayi. “Jar, isi baknya dengan air, terus tuangin air panas di teko ke bak mandi bayi, Andi mau dimandiin”, katanya kepadaku.
Aku ikut memandikan bayi. “Tititnya kecil ya..”, kataku.
“Namanya juga bayi”, kata Ceu Kokom. “Eh, bagaimana titit kamu? Sudah nambah panjang lagi nggak?”, Ceu Kokom tiba2 teringat dengan proyek pembesaran penisku.
“Tentu dong. Kan berkat saran Ceu Kokom”, aku meyakinkan bahwa penisku lebih panjang lagi.
Selesai memandikan, ia menyusui dan menidurkan kembali bayinya. Lalu ia bergegas menuju kamar mandi. “Aku mandi dulu ya..”
“Boleh lihat lagi seperti dulu nggak?”, aku keceplosan ngomong. Ceu Kokom terhenti langkahnya.
“Sebagai kenang2an”, kataku asal saja. Ceu Kokom memandangku,”Ayo.. Tolong tutup pintu depan”, katanya mengizinkan.
“Kamu bugil juga”, Ceu Kokom menyuruhku bugil sambil dia mencopot seluruh pakaiannya. Ada perubahan sedikit saat melihat tubuh bugil Ceu Kokom, sekarang sedikit lebih gemuk dan susunya membesar.
“Beda ya? Karena aku sudah punya bayi”, katanya menjelaskan walau aku tak bertanya. “Kamu juga beda, badanmu lebih tinggi, lebih berisi dan burungmu kelihatan makin besar dan panjang”. Lalu dia mandi.
Melihatnya mandi, aku jadi ngaceng dan dia tersenyum melihatku ngaceng. Dia mengacungkan jempol memuji penisku yang besar dan panjang. Tak tahan, aku menghampiri dan memeluknya dari belakang. Dia menoleh dan membiarkanku memeluk sambil meneruskan mandi. Kugerayangi susunya lalu turun kebawah menggerayangi bulu jembutnya. Saat menggerayangi vagina, Ceu Kokom sedikit membuka selangkangannya sehingga mudah bagiku menemukan itil dan lubang vaginanya.
Dari belakang aku menempelkan dan menggesek2kan penisku ke tubuh, pantat dan vaginanya. Ceu Kokom menghentikan mandinya, memegang penisku yang ada dibelakangnya, lalu menungging dan menempelkan ujung penisku tepat dilubang kemaluannya. Belum sempat aku bereaksi, ia memundurkan pantatnya sehingga penisku terdesak masuk ke vaginanya.
“Aah.. tititmu memang gede..”, katanya, lalu menggoyang2kan pantatnya.
Aku sendiri merasa nikmat dan tak percaya. Ini adalah vagina kedua yang aku masukin pada hari ini, dan pengalaman seks yang utuh yang kedua yang terjadi hari ini. Aku tak mau menyia2kan. Kupegang pinggulnya, lalu kusodok vaginanya dengan penisku dari belakang. Aku tak peduli Ceu Kokom mengaduh2 dan tangannya mencoba menahan sodokanku.
Ceu Kokom mengerang panjang tanda sudah puncak. Dan aku melanjutkan menyodok dari belakang. Karena capek nungging Ceu Kokom berdiri menghadapku, mengangkat kakinya satu dan menuntun penisku masuk ke vaginanya. Penisku menyodok vaginanya dengan posisi kami sama2 berdiri, ini pengalaman baru bagiku. Ceu Kokom memelukku dan aku terus mempercepat sodokanku. Sesekali aku menyodok sambil mencium dan menghisap susunya. hingga akhirnya maniku muncrat di dalam vaginanya. Aku serasa melayang.
Sesaat kudiamkan penisku didalam vagina Ceu Kokom, setelah loyo kucabut dari vaginanya. Karena posisi berdiri, banyak maniku menempel di penis, dan terlihat sebagian maniku keluar dari vagina Ceu Kokom. Kami akhiri permainan dengan mandi bersama dan saling menyabuni.
“Baru jam dua belas. Adek dan bapak baru pulang jam setengah dua-an. Mau makan duluan atau mau nunggu?”, tanya Ceu Kokom. Karena ingin bertemuakhirnya kuputuskan untuk menunggu.
Tak lama, terdengar suara bayi. Rupanya bayinya Ceu Kokom. Karena ingin kenal, aku ikut melihat bayinya, seorang bayi laki2 yang montok dan lucu.
“Namanya Andi Ahmad, panggilannya Andi”, kata Ceu Kokom sambil meraih bayi, menggendong dan mengeluarkan susunya dari bh untuk menyusui si bayi. Tapi bayinya tidak mau menyusu. Rupanya ia ngompol dan tidak nyaman karena pempersnya penuh pipis.
“Sekalian mandi saja ya sayang..”, kata Ceu Kokom pada bayinya sambil mencopot baju bayi. “Jar, isi baknya dengan air, terus tuangin air panas di teko ke bak mandi bayi, Andi mau dimandiin”, katanya kepadaku.
Aku ikut memandikan bayi. “Tititnya kecil ya..”, kataku.
“Namanya juga bayi”, kata Ceu Kokom. “Eh, bagaimana titit kamu? Sudah nambah panjang lagi nggak?”, Ceu Kokom tiba2 teringat dengan proyek pembesaran penisku.
“Tentu dong. Kan berkat saran Ceu Kokom”, aku meyakinkan bahwa penisku lebih panjang lagi.
Selesai memandikan, ia menyusui dan menidurkan kembali bayinya. Lalu ia bergegas menuju kamar mandi. “Aku mandi dulu ya..”
“Boleh lihat lagi seperti dulu nggak?”, aku keceplosan ngomong. Ceu Kokom terhenti langkahnya.
“Sebagai kenang2an”, kataku asal saja. Ceu Kokom memandangku,”Ayo.. Tolong tutup pintu depan”, katanya mengizinkan.
“Kamu bugil juga”, Ceu Kokom menyuruhku bugil sambil dia mencopot seluruh pakaiannya. Ada perubahan sedikit saat melihat tubuh bugil Ceu Kokom, sekarang sedikit lebih gemuk dan susunya membesar.
“Beda ya? Karena aku sudah punya bayi”, katanya menjelaskan walau aku tak bertanya. “Kamu juga beda, badanmu lebih tinggi, lebih berisi dan burungmu kelihatan makin besar dan panjang”. Lalu dia mandi.
Melihatnya mandi, aku jadi ngaceng dan dia tersenyum melihatku ngaceng. Dia mengacungkan jempol memuji penisku yang besar dan panjang. Tak tahan, aku menghampiri dan memeluknya dari belakang. Dia menoleh dan membiarkanku memeluk sambil meneruskan mandi. Kugerayangi susunya lalu turun kebawah menggerayangi bulu jembutnya. Saat menggerayangi vagina, Ceu Kokom sedikit membuka selangkangannya sehingga mudah bagiku menemukan itil dan lubang vaginanya.
Dari belakang aku menempelkan dan menggesek2kan penisku ke tubuh, pantat dan vaginanya. Ceu Kokom menghentikan mandinya, memegang penisku yang ada dibelakangnya, lalu menungging dan menempelkan ujung penisku tepat dilubang kemaluannya. Belum sempat aku bereaksi, ia memundurkan pantatnya sehingga penisku terdesak masuk ke vaginanya.
“Aah.. tititmu memang gede..”, katanya, lalu menggoyang2kan pantatnya.
Aku sendiri merasa nikmat dan tak percaya. Ini adalah vagina kedua yang aku masukin pada hari ini, dan pengalaman seks yang utuh yang kedua yang terjadi hari ini. Aku tak mau menyia2kan. Kupegang pinggulnya, lalu kusodok vaginanya dengan penisku dari belakang. Aku tak peduli Ceu Kokom mengaduh2 dan tangannya mencoba menahan sodokanku.
Ceu Kokom mengerang panjang tanda sudah puncak. Dan aku melanjutkan menyodok dari belakang. Karena capek nungging Ceu Kokom berdiri menghadapku, mengangkat kakinya satu dan menuntun penisku masuk ke vaginanya. Penisku menyodok vaginanya dengan posisi kami sama2 berdiri, ini pengalaman baru bagiku. Ceu Kokom memelukku dan aku terus mempercepat sodokanku. Sesekali aku menyodok sambil mencium dan menghisap susunya. hingga akhirnya maniku muncrat di dalam vaginanya. Aku serasa melayang.
Sesaat kudiamkan penisku didalam vagina Ceu Kokom, setelah loyo kucabut dari vaginanya. Karena posisi berdiri, banyak maniku menempel di penis, dan terlihat sebagian maniku keluar dari vagina Ceu Kokom. Kami akhiri permainan dengan mandi bersama dan saling menyabuni.
lanjut 2
Beberapa hari lagi aku pergi ke Padang, hari ini aku akan berkeliling untuk pamitan kepada orang2 yang kukenal. Pertama tentu ke tetangga terdekat, keluarga Bi Neneng. Kuketuk pintu dan kuucapkan salam, tak ada yang menyahut. Kuperkeras suaraku, lalu terdengar suara Bi Neneng dari belakang rumah, mempersilahkan aku masuk.
“Ke belakang saja Jar, Bibi lagi nyuci”, teriaknya dari belakang
Dibelakang kulihat Bi Neneng sedang mencuci dengan posisi jongkok. Kainnya disingkap sehingga terlihat sedikit paha putihnya, sedangkan posisi menunduk memperlihatkan belahan dadanya. Aku jadi teringat kejadian setahun yang lalu saat mandi bareng dia dan belajar onani.
“Ada apa Jar”, tanyanya sambil terus mencuci pakaian.
“Aku mau pamit, beberapa hari lagi berangkat ke Padang”, kataku. “Oo..”, kata dia sambil beranjak. Dan kamipun berbasa basi dan saling mendoakan.
“Bagaimana, sekarang sudah bisa onani?”, tiba2 dia iseng bertanya
“Belum, kayaknya harus lihat Bi Neneng bugil dulu”, kataku bercanda
“Ah kamu ini ..”, dia menepuk pundakku. Sejenak dia melihat ke depan, menutup pintu depan, lalu kembali dan menarikku ke kamar mandi.
“Ya sudah sini. Kamu onani lagi deh. Kenang2an dari Bibi. Copot celanamu”, katanya. Aku kaget, tapi melihat dia mencopoti bajunya, akupun akhirnya mencopot celanaku. Lalu dia mencopoti bh dan cd, akupun ikut bugil.
“Wah.. kayaknya burungmu lebih gede dari tahun lalu ya..”, Bi Neneng jongkok dan mulai memegang penisku. Membelai2 dan mengambil sabun lalu mengocok2 penisku. Aku tak mau pasif, tanganku meraba2 susu nya.
Tahun lalu aku dibolehkan menyusu, jadi aku ikut jongkok lalu menciumi serta menghisap2 susunya. Bi Neneng membiarkan, dan tangannya tetap mengocok penisku. Aku mau lebih dari tahun lalu. Tanganku menggerayang ke vaginanya. Dia kaget dan menahan tanganku. Aku menatapnya, lalu kucium bibirnya, sambil kedua tanganku meremas2 kedua susunya. Lama2 dia menikmati.
Mumpung dia menikmati, pelan2 kupindahkan satu tanganku dari susunya ke bulu jembutnya sambil tetap mencium bibirnya dan meremas satu susunya. Aku kira dia akan menolak, ternyata dia malah membalas ciumanku sambil memejamkan mata. Apalagi saat jariku menyentuh itilnya, dia mendesah dan menggeliat.
Tanganku asyik memainkan susu dan itilnya. Tapi posisi jongkok ini kurang enak, maka sambil tetap mencium bibirnya kurebahkan bi Neneng dilantai. Dalam posisi ini aku lebih leluasa mencium susunya, meremas susu satunya lagi dan memainkan vaginanya. Perlahan kumasukkan jariku kelubang vaginanya, dan Bi Neneng mendesah.
Tak mau menunggu lama, kutindih tubuhnya dan kuarahkan penisku ke vaginanya. Bi Neneng tidak menolak. Akhirnya kumasukkan penisku kedalam vaginanya. Dia mengerang dan mendekap erat punggungku. Kugoyang terus sampai akhirnya Bi Neneng mengejang dan terkulai, tanda bahwa ia telah mencapai puncak. Aku tak peduli dan terus menghujamkan penisku ke dalam vaginanya.
Ini pengalaman pertamaku berhubungan seks secara penuh, tidak hanya gesek2 kelamin atau sekali coblos seperti pengalaman selama ini. Seks secara utuh ini membuatku melayang2, aku tak mau menyia2kan kesempatan ini, aku ingin mengeluarkan maniku di dalam vagina wanita.
Walaupun Bi Neneng sudah lemas dan pasrah, aku tetap menggenjot dan mempercepat genjotan pantatku. Sampai akhirnya aku memuncak, membenamkan penisku dalam2 ke vagina Bi Neneng, dan membiarkan maniku muncrat di dalam vaginanya. Lalu aku terkulai diatas tubuhnya dengan perasaan sangat puas.
Kami berpakaian kembali. Aku tersenyum senang. Bi Neneng juga tersenyum, tetapi terlihat ada penyesalan. Aku jadi merasa ikut bersalah. Ia menatapku seolah berkata tetaplah tersenyum.
“Terimakasih Bi, saya pamit”, kataku lirih
“Seharusnya kita tidak boleh melakukan ini”, ujarnya lirih
“Maafkan aku”, kataku
Dia menarik napas panjang, “Bagaimanapun, ini adalah kenang2an dari Bibi. Rahasia kita berdua, dan jangan kita ulangi lagi”.
“Ke belakang saja Jar, Bibi lagi nyuci”, teriaknya dari belakang
Dibelakang kulihat Bi Neneng sedang mencuci dengan posisi jongkok. Kainnya disingkap sehingga terlihat sedikit paha putihnya, sedangkan posisi menunduk memperlihatkan belahan dadanya. Aku jadi teringat kejadian setahun yang lalu saat mandi bareng dia dan belajar onani.
“Ada apa Jar”, tanyanya sambil terus mencuci pakaian.
“Aku mau pamit, beberapa hari lagi berangkat ke Padang”, kataku. “Oo..”, kata dia sambil beranjak. Dan kamipun berbasa basi dan saling mendoakan.
“Bagaimana, sekarang sudah bisa onani?”, tiba2 dia iseng bertanya
“Belum, kayaknya harus lihat Bi Neneng bugil dulu”, kataku bercanda
“Ah kamu ini ..”, dia menepuk pundakku. Sejenak dia melihat ke depan, menutup pintu depan, lalu kembali dan menarikku ke kamar mandi.
“Ya sudah sini. Kamu onani lagi deh. Kenang2an dari Bibi. Copot celanamu”, katanya. Aku kaget, tapi melihat dia mencopoti bajunya, akupun akhirnya mencopot celanaku. Lalu dia mencopoti bh dan cd, akupun ikut bugil.
“Wah.. kayaknya burungmu lebih gede dari tahun lalu ya..”, Bi Neneng jongkok dan mulai memegang penisku. Membelai2 dan mengambil sabun lalu mengocok2 penisku. Aku tak mau pasif, tanganku meraba2 susu nya.
Tahun lalu aku dibolehkan menyusu, jadi aku ikut jongkok lalu menciumi serta menghisap2 susunya. Bi Neneng membiarkan, dan tangannya tetap mengocok penisku. Aku mau lebih dari tahun lalu. Tanganku menggerayang ke vaginanya. Dia kaget dan menahan tanganku. Aku menatapnya, lalu kucium bibirnya, sambil kedua tanganku meremas2 kedua susunya. Lama2 dia menikmati.
Mumpung dia menikmati, pelan2 kupindahkan satu tanganku dari susunya ke bulu jembutnya sambil tetap mencium bibirnya dan meremas satu susunya. Aku kira dia akan menolak, ternyata dia malah membalas ciumanku sambil memejamkan mata. Apalagi saat jariku menyentuh itilnya, dia mendesah dan menggeliat.
Tanganku asyik memainkan susu dan itilnya. Tapi posisi jongkok ini kurang enak, maka sambil tetap mencium bibirnya kurebahkan bi Neneng dilantai. Dalam posisi ini aku lebih leluasa mencium susunya, meremas susu satunya lagi dan memainkan vaginanya. Perlahan kumasukkan jariku kelubang vaginanya, dan Bi Neneng mendesah.
Tak mau menunggu lama, kutindih tubuhnya dan kuarahkan penisku ke vaginanya. Bi Neneng tidak menolak. Akhirnya kumasukkan penisku kedalam vaginanya. Dia mengerang dan mendekap erat punggungku. Kugoyang terus sampai akhirnya Bi Neneng mengejang dan terkulai, tanda bahwa ia telah mencapai puncak. Aku tak peduli dan terus menghujamkan penisku ke dalam vaginanya.
Ini pengalaman pertamaku berhubungan seks secara penuh, tidak hanya gesek2 kelamin atau sekali coblos seperti pengalaman selama ini. Seks secara utuh ini membuatku melayang2, aku tak mau menyia2kan kesempatan ini, aku ingin mengeluarkan maniku di dalam vagina wanita.
Walaupun Bi Neneng sudah lemas dan pasrah, aku tetap menggenjot dan mempercepat genjotan pantatku. Sampai akhirnya aku memuncak, membenamkan penisku dalam2 ke vagina Bi Neneng, dan membiarkan maniku muncrat di dalam vaginanya. Lalu aku terkulai diatas tubuhnya dengan perasaan sangat puas.
Kami berpakaian kembali. Aku tersenyum senang. Bi Neneng juga tersenyum, tetapi terlihat ada penyesalan. Aku jadi merasa ikut bersalah. Ia menatapku seolah berkata tetaplah tersenyum.
“Terimakasih Bi, saya pamit”, kataku lirih
“Seharusnya kita tidak boleh melakukan ini”, ujarnya lirih
“Maafkan aku”, kataku
Dia menarik napas panjang, “Bagaimanapun, ini adalah kenang2an dari Bibi. Rahasia kita berdua, dan jangan kita ulangi lagi”.
lanjut
Tiba di Jogja hari minggu di jemput Mang Alit di stasiun kereta. Rumah Mang Alit sederhana, ditinggali oleh istri, tante Retno dan dua anaknya yang masih kecil. Evi yang TK dan Eti masih bayi. Malam itu Mang Alit menyampaikan SMA yang bagus di Jogja dan di dekat rumah. Besok aku diminta utk melihat2 sekolah2 itu.
Esok pagi aku terlibat aktivitas harian di rumah Mang Alit. Pagi2 Tante Retno menyiapkan sarapan dan mengurus persiapan Evi sekolah. Aku membantu memandikan dan memakaikan seragam sekolah Evi. Setelah sarapan bersama, Mang Alit berangkat ke kantor sambil mengantar Evi. Setelah itu Tante Retno merapikan dan membereskan rumah, mengurus bayi, baru keluar untuk urusan belanja, dan bertetangga dll. Biasanya Tante Retno memanggil salah satu anak tetangga untuk menjaga bayi Eti saat Tante sibuk beraktifitas. Namun karena ada aku maka aku yang diminta tolong untuk menjaga Eti.
“Jar, jagain Eti ya. Tante mandi dulu”
Aku menjaga Eti yang tidur dikamar Mang Alit dan memandangi sosok bayi mungil yang tertidur pulas dengan damai. Aku merebahkan diri dan tiduran disebelah bayi itu. Lalu Eti menggeliat2 mencari ibunya dan tak berapa lama kemudian menangis. Mendengar bayinya menangis, Tante Retno segera keluar dengan hanya menutupi tubuhnya dengan handuk. Ia segera menghampiri bayinya, membuka handuknya dan menyodorkan susunya kepada si bayi.
Kelihatannya Tante Retno lupa bahwa yang menjaga bayinya bukanlah anak perempuan kecil tetangganya, tetapi diriku yang laki2 dan sudah kelas 3 SMP. Dan aku terkesima melihat susu Tante yang berkulit coklat dengan puting yang coklat gelap dan lingkaran putingnya cukup besar. Dan karena ia membuka handuk untuk menyusui, maka terlihat juga bulu jembut yang menutupi vagina Tante Retno. Tubuhnya masih mulus dan padat karena usia tante masih 25 tahun. Terasa air liurku keluar dan aku menelan ludah.
“Eti tenang ya kalau disusuin”, kataku. Tante Retno hanya memberi tanda jari telunjuk dimulut, menyuruhku untuk tidak berisik.
Sambil menyusu, tangan bayi itu memegang2 susu Tante Retno yang satunya lagi. Sebuah pemandangan yang merangsang bagiku. Saat tangan mungil itu melepas pegangannya ke susu, aku raih tangan itu dan aku tempelkan lagi ke susu Tante lalu kugerak2an di susu dan putingnya. Karena tangan bayi itu kecil, maka tanganku juga ikut menyentuh dan membelai2 susu tante. Melihat ini Tante Retno tak berani bereaksi karena takut Eti terganggu dan menangis.
Sadar bahwa tante tak bisa bergerak dan terlihat menikmati menyusui bayi, aku segera melepas tangan mungil bayi dan membiarkan ia meraba2 sendiri susu ibunya. Sedangkan tanganku bergerak membelai perut lalu menuju jembut. Tante tetap tak bergerak. Dia hanya menutupkan handuk ke tanganku yang sedang membelai jembutnya. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya, apakah marah atau malah menambah nikmat menyusui.
Karena kaki tante merapat, aku hanya bisa meraba jembut dan tak bisa memegang vagina. Oleh karena itu aku turut dan berpindah ke sisi tempat tidur satunya. Dari belakang tante aku bisa melihat bibir vagina yang dikepit paha yang rapat. Aku membelai2 kepala bayi dari belakang tante.
“Nyusunya banyak ya Tante?”, tanyaku. Sekali lagi tante mengisyaratkan aku untuk tidak berisik.
Sambil membelai2 kepala bayi, tanganku yang satunya membelai vagina tante. Tante malah terpejam. Aku benar2 tidak tahu apa yang ada dalam pikiran tante. Tak lama kemudian, si bayi sudah terlelap, dan tante menarik pelan2 putingnya supaya lepas dari mulut bayi. Lalu ia berdiri membenahi handuknya.
“Jagain Eti lagi ya, tante mau neruskan mandi”, katanya seolah tadi tak terjadi sesuatu.
“Jagain Eti ya, tante mau belanja dulu”, katanya selesai mandi dan berpakaian.
Setelah Tante selesai dengan urusannya, barulah aku pamit keluar rumah untuk melihat2 suasana beberapa SMA disana. Jogja lebih rame dibanding Tasik apalagi dibanding kampungku.
Keesokan harinya, kejadian pagi hari kemarin terjadi lagi. Aku menemani si bayi menyusu pada tante Retno. Ikut membelai2 susu dan jembut tante. Lalu aku berjalan kesebelah punggung tante dan mengusap2 bibir vaginanya. mirip. Kali aku sengaja hanya pakai sarung tanpa celana, dan saat berjalan tante melihat penisku tegang. Sehingga saat aku membelai2 vaginanya, tangan tante menyentuh2 dan meraih penis ngacengku yang tertutup sarung. Kusingkap sarung sehingga tangan tante dapat memegang langsung penisku.
Aku bergerak agar penisku mendekat ke vagina tante, lalu kusentuh2kan penis ke vaginanya. Aku ingin sekali merasakan penis yang masuk ke vagina. Tetapi tiba2 tante menahanku. Tapi aku tahu tante tak mungkin bergerak karena si bayi masih menyusu, jadi kuluruskan lagi penisku ke vaginanya. Sambil tetap memegang penisk, tante berusaha menahan doronganku. Akhirnya dia hanya menggerak2kan penisku bergesekan dengan vagina.
Bayi terlelap, tante beranjak melanjutkan mandi lalu belanja, tak lupa ia menitipkan si bayi utk kujaga apabila terbangun. Setelah urusan tante selesai, aku kembali mengitari SMA lain untuk membandingkan. Kelihatannya aku cocok di kota ini.
Keesokan paginya kembali aku menjaga si bayi dan mengharapkan kejadian seperti kemarin terjadi lagi. Namun kali ini, si bayi tertidur lelap sampai tante selesai mandi. Yang berarti pupus harapanku melihat tante terburu2 datang menyusui bayi dengan hanya menggunakan handuk, karena biasanya selesai mandi, tante keluar kamar mandi dengan menggunakan baju lengkap. Padahal hari ini adalah hari terakhirku di rumah paman, nanti sore aku kembali naik kereta malam.
Tapi ternyata aku salah. Walaupun mandinya sudah selesai, tante tetap menggunakan handuk dan tiduran disebelah bayinya. Menurut tante, karena nanti dia mau belanja agak lama, jadi harus nyusuin bayi dulu. Tapi aku bingung kenapa menyusui harus menggunakan handuk, kan bisa pakai baju lalu bh nya disingkap.
Tak mau ambil pusing, aku yg masih rebahan disebelah bayi, menggerakkan tanganku menerobos handuk untuk memegang susu2nya. Lalu bergerak menuju jembutnya.
Seperti hari2 kemarin, aku berjalan kebelakang punggung tante. Setelah membelai vaginanya, aku menyingkap sarung dan menggesek2kan penis yang telah tegang ke vaginanya. Tante memegangi penisku. Selanjutnya aku coba mengarahkan lagi penisku untuk kumasukkan ke vagina. Tante menahan gerakanku.
“Boleh dong tante.. aku belum pernah memasukkan kontol ke memek”, dengan suara berbisik aku meminta. Tante menggelengkan kepala.
“Sekali dorong saja tante.. setelah itu tidak”, aku menawar.
Tante diam tidak menggelengkan kepala dan melepaskan tangannya dari penisku, sambil menunjukkan isyarat dengan jarinya bahwa hanya boleh satu kali masuk. Aku merasa mendapat izin, maka kudorongkan penis menusuk vagina. Tetapi selalu meleset. Karena bibir vaginanya tertutup rapat, aku tidak tahu dimana posisi lubang vagina. Beberapa kali gagal, akhirnya tante memegang kembali penisku. Dia membantu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
Kutekan penisku pelan2 dan mulai masuk kedalam. Saat mulai masuk, kulihat tante sedikit menggeliat sehingga aku menghentikan dorongan. Terasa ada cairan dan kehangatan menyelimuti penis. Kutekan lagi pelan2 dan kuhentikan. Kurasakan vagina tante bergerak2, penisku serasa dipijit2. Lalu kutekan, stop, kutekan lebih dalam, stop, sampai akhirnya ujung penisku menyentuh sesuatu dan tak bisa kutekan lebih dalam. Karena hanya boleh satu kali, maka kubiarkan penisku berada didalam vagina, kupejamkan mata untuk menikmati, kurasakan vagina tante menjepit2.
Setelah beberapa menit, tante mendorongku untuk mencabut penis dari dalam vaginanya. Kulihat penisku basah.
“Cuci dulu”, kata tante sambil menyuruhku ke kamar mandi. Eh, akhirnya tante ngomong juga.
Setelah itu tante mandi lagi, menyusui bayi lalu belanja. Ternyata belanjanya hanya sebentar, tidak lama seperti katanya tadi. Dan setelah itu aku keliling melihat SMA sekitar. Sorenya diantar paman ke stasiun kereta untuk pulang ke Tasik lewat Bandung. Saat berpamitan dengan tante dan keponakan2, tante memandangku tajam dan mengucap terimakasih. Kubilang bahwa akulah yang berterimakasih.
Esok pagi aku terlibat aktivitas harian di rumah Mang Alit. Pagi2 Tante Retno menyiapkan sarapan dan mengurus persiapan Evi sekolah. Aku membantu memandikan dan memakaikan seragam sekolah Evi. Setelah sarapan bersama, Mang Alit berangkat ke kantor sambil mengantar Evi. Setelah itu Tante Retno merapikan dan membereskan rumah, mengurus bayi, baru keluar untuk urusan belanja, dan bertetangga dll. Biasanya Tante Retno memanggil salah satu anak tetangga untuk menjaga bayi Eti saat Tante sibuk beraktifitas. Namun karena ada aku maka aku yang diminta tolong untuk menjaga Eti.
“Jar, jagain Eti ya. Tante mandi dulu”
Aku menjaga Eti yang tidur dikamar Mang Alit dan memandangi sosok bayi mungil yang tertidur pulas dengan damai. Aku merebahkan diri dan tiduran disebelah bayi itu. Lalu Eti menggeliat2 mencari ibunya dan tak berapa lama kemudian menangis. Mendengar bayinya menangis, Tante Retno segera keluar dengan hanya menutupi tubuhnya dengan handuk. Ia segera menghampiri bayinya, membuka handuknya dan menyodorkan susunya kepada si bayi.
Kelihatannya Tante Retno lupa bahwa yang menjaga bayinya bukanlah anak perempuan kecil tetangganya, tetapi diriku yang laki2 dan sudah kelas 3 SMP. Dan aku terkesima melihat susu Tante yang berkulit coklat dengan puting yang coklat gelap dan lingkaran putingnya cukup besar. Dan karena ia membuka handuk untuk menyusui, maka terlihat juga bulu jembut yang menutupi vagina Tante Retno. Tubuhnya masih mulus dan padat karena usia tante masih 25 tahun. Terasa air liurku keluar dan aku menelan ludah.
“Eti tenang ya kalau disusuin”, kataku. Tante Retno hanya memberi tanda jari telunjuk dimulut, menyuruhku untuk tidak berisik.
Sambil menyusu, tangan bayi itu memegang2 susu Tante Retno yang satunya lagi. Sebuah pemandangan yang merangsang bagiku. Saat tangan mungil itu melepas pegangannya ke susu, aku raih tangan itu dan aku tempelkan lagi ke susu Tante lalu kugerak2an di susu dan putingnya. Karena tangan bayi itu kecil, maka tanganku juga ikut menyentuh dan membelai2 susu tante. Melihat ini Tante Retno tak berani bereaksi karena takut Eti terganggu dan menangis.
Sadar bahwa tante tak bisa bergerak dan terlihat menikmati menyusui bayi, aku segera melepas tangan mungil bayi dan membiarkan ia meraba2 sendiri susu ibunya. Sedangkan tanganku bergerak membelai perut lalu menuju jembut. Tante tetap tak bergerak. Dia hanya menutupkan handuk ke tanganku yang sedang membelai jembutnya. Aku tak tahu apa yang ada dalam pikirannya, apakah marah atau malah menambah nikmat menyusui.
Karena kaki tante merapat, aku hanya bisa meraba jembut dan tak bisa memegang vagina. Oleh karena itu aku turut dan berpindah ke sisi tempat tidur satunya. Dari belakang tante aku bisa melihat bibir vagina yang dikepit paha yang rapat. Aku membelai2 kepala bayi dari belakang tante.
“Nyusunya banyak ya Tante?”, tanyaku. Sekali lagi tante mengisyaratkan aku untuk tidak berisik.
Sambil membelai2 kepala bayi, tanganku yang satunya membelai vagina tante. Tante malah terpejam. Aku benar2 tidak tahu apa yang ada dalam pikiran tante. Tak lama kemudian, si bayi sudah terlelap, dan tante menarik pelan2 putingnya supaya lepas dari mulut bayi. Lalu ia berdiri membenahi handuknya.
“Jagain Eti lagi ya, tante mau neruskan mandi”, katanya seolah tadi tak terjadi sesuatu.
“Jagain Eti ya, tante mau belanja dulu”, katanya selesai mandi dan berpakaian.
Setelah Tante selesai dengan urusannya, barulah aku pamit keluar rumah untuk melihat2 suasana beberapa SMA disana. Jogja lebih rame dibanding Tasik apalagi dibanding kampungku.
Keesokan harinya, kejadian pagi hari kemarin terjadi lagi. Aku menemani si bayi menyusu pada tante Retno. Ikut membelai2 susu dan jembut tante. Lalu aku berjalan kesebelah punggung tante dan mengusap2 bibir vaginanya. mirip. Kali aku sengaja hanya pakai sarung tanpa celana, dan saat berjalan tante melihat penisku tegang. Sehingga saat aku membelai2 vaginanya, tangan tante menyentuh2 dan meraih penis ngacengku yang tertutup sarung. Kusingkap sarung sehingga tangan tante dapat memegang langsung penisku.
Aku bergerak agar penisku mendekat ke vagina tante, lalu kusentuh2kan penis ke vaginanya. Aku ingin sekali merasakan penis yang masuk ke vagina. Tetapi tiba2 tante menahanku. Tapi aku tahu tante tak mungkin bergerak karena si bayi masih menyusu, jadi kuluruskan lagi penisku ke vaginanya. Sambil tetap memegang penisk, tante berusaha menahan doronganku. Akhirnya dia hanya menggerak2kan penisku bergesekan dengan vagina.
Bayi terlelap, tante beranjak melanjutkan mandi lalu belanja, tak lupa ia menitipkan si bayi utk kujaga apabila terbangun. Setelah urusan tante selesai, aku kembali mengitari SMA lain untuk membandingkan. Kelihatannya aku cocok di kota ini.
Keesokan paginya kembali aku menjaga si bayi dan mengharapkan kejadian seperti kemarin terjadi lagi. Namun kali ini, si bayi tertidur lelap sampai tante selesai mandi. Yang berarti pupus harapanku melihat tante terburu2 datang menyusui bayi dengan hanya menggunakan handuk, karena biasanya selesai mandi, tante keluar kamar mandi dengan menggunakan baju lengkap. Padahal hari ini adalah hari terakhirku di rumah paman, nanti sore aku kembali naik kereta malam.
Tapi ternyata aku salah. Walaupun mandinya sudah selesai, tante tetap menggunakan handuk dan tiduran disebelah bayinya. Menurut tante, karena nanti dia mau belanja agak lama, jadi harus nyusuin bayi dulu. Tapi aku bingung kenapa menyusui harus menggunakan handuk, kan bisa pakai baju lalu bh nya disingkap.
Tak mau ambil pusing, aku yg masih rebahan disebelah bayi, menggerakkan tanganku menerobos handuk untuk memegang susu2nya. Lalu bergerak menuju jembutnya.
Seperti hari2 kemarin, aku berjalan kebelakang punggung tante. Setelah membelai vaginanya, aku menyingkap sarung dan menggesek2kan penis yang telah tegang ke vaginanya. Tante memegangi penisku. Selanjutnya aku coba mengarahkan lagi penisku untuk kumasukkan ke vagina. Tante menahan gerakanku.
“Boleh dong tante.. aku belum pernah memasukkan kontol ke memek”, dengan suara berbisik aku meminta. Tante menggelengkan kepala.
“Sekali dorong saja tante.. setelah itu tidak”, aku menawar.
Tante diam tidak menggelengkan kepala dan melepaskan tangannya dari penisku, sambil menunjukkan isyarat dengan jarinya bahwa hanya boleh satu kali masuk. Aku merasa mendapat izin, maka kudorongkan penis menusuk vagina. Tetapi selalu meleset. Karena bibir vaginanya tertutup rapat, aku tidak tahu dimana posisi lubang vagina. Beberapa kali gagal, akhirnya tante memegang kembali penisku. Dia membantu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya.
Kutekan penisku pelan2 dan mulai masuk kedalam. Saat mulai masuk, kulihat tante sedikit menggeliat sehingga aku menghentikan dorongan. Terasa ada cairan dan kehangatan menyelimuti penis. Kutekan lagi pelan2 dan kuhentikan. Kurasakan vagina tante bergerak2, penisku serasa dipijit2. Lalu kutekan, stop, kutekan lebih dalam, stop, sampai akhirnya ujung penisku menyentuh sesuatu dan tak bisa kutekan lebih dalam. Karena hanya boleh satu kali, maka kubiarkan penisku berada didalam vagina, kupejamkan mata untuk menikmati, kurasakan vagina tante menjepit2.
Setelah beberapa menit, tante mendorongku untuk mencabut penis dari dalam vaginanya. Kulihat penisku basah.
“Cuci dulu”, kata tante sambil menyuruhku ke kamar mandi. Eh, akhirnya tante ngomong juga.
Setelah itu tante mandi lagi, menyusui bayi lalu belanja. Ternyata belanjanya hanya sebentar, tidak lama seperti katanya tadi. Dan setelah itu aku keliling melihat SMA sekitar. Sorenya diantar paman ke stasiun kereta untuk pulang ke Tasik lewat Bandung. Saat berpamitan dengan tante dan keponakan2, tante memandangku tajam dan mengucap terimakasih. Kubilang bahwa akulah yang berterimakasih.
kokom
Suatu hari Maman mengajak kami untuk mengintip wanita mandi. Rupanya dia sudah tahu dimana posisi bisa ngintip orang mandi, yaitu diatas pohon dekat genteng. Dengan menggeser satu genteng maka terlihatlah pemandangan di kamar mandi.
"Tuh liat, Ceu Kokom memang bahenol. Susunya gede, bulu jembutnya banyak", kata Maman mengajari kami.
Rupanya memang Maman mengincar Ceu Kokom yang memang tergolong cantik di kampung kami. Umurnya 19 tahun, sudah tamat SMA, namun tidak meneruskan sekolah dan belum bekerja. Dia sudah tunangan dan beberapa bulan lagi menikah. Keluarganya tiga kakak beradik perempuan semua. Seluruh keluarga berangkat pagi, sehingga tinggal Ceu Kokom dirumah. Itu sebabnya dia tidak terburu2 mandi pagi dan baru mandi setelah semua berangkat kerja dan sekolah.
Beberapa kali aku diajak mengintip dan beberapa kali ngomongin wanita dan sex, semua ini mendorong aku cepat puber. Suatu pagi, disaat bangun, aku merasa celanaku basah. Kukira mengompol. Tapi ternyata ompolku berwarna putih kental. Aku mengeluarkan air mani setelah mimpi tak keruan. Aku mimpi basah bersama Ceu Kokom, karena baru dia gambaran wanita bugil yg aku tahu. Saat itu aku belum 14 tahun.
Puber membuatku merasa dewasa. Tanpa komandan Maman, aku mengajak dua temanku untuk mengintip Ceu Kokom lagi. Seperti biasa, setelah mendengar Cu Kokom masuk ke kamar mandi, aku naik pohon untuk menggeser genteng. Mungkin karena belum berpengalaman, genteng terlalu lebar ku geser dan menimbulkan bunyi. Ceu Kokom kaget, melihat ke atas.
“Hey, mau ngintip ya!”, Ceu Kokom segera memakai handuk dan mengejar kami.
Teman2ku yang masih dibawah dapat segera ngacir lari. Sedangkan aku yang masih di atas harus turun secepat mungkin. Namun apa daya aku tertangkap Ceu Kokom. Kupingku dijewer. Mungkin karena merasa hanya memakai handuk, sambil dijewer aku digiring masuk ke kamar mandi.
“Kecil2 mau ngintip. Siapa yg ngajarin ?!” bentak Ceu Kokom
Sambil meringis aku menjawab, “diajarin kang Maman..”
“Si Maman itu memang badung, jangan diikutin”, katanya
“Sering ngintipin aku ya?!”, dia membentak
“Iya.. beberapa kali”, aku masih meringis dan takut
Setelah diam sesaat Ceu Kokom menatapku, “Ya sudah, karena kamu sudah sering lihat aku, sekalian saja lihat sekarang, tidak usah pake ngintip segala”
Lalu Ceu Kokom mencopot handuknya, lalu mandi di pancuran bak. Walaupun masih takut, tapi aku terpana, melihat tubuh ceu Kokom yang mulus. Kulihat lagi susunya yg padat, pentil susunya coklat kemerahan. Lalu dibawah ada bulu2 halus menutupi vaginanya.
Melihat aku terpaku, saat sabunan Ceu Kokom menghampiri. “Kamu bugil juga dong”
Setelah bugil dia mendekat ke penisku, “wah masih kecil koq sudah mau cewek”, ledeknya sambil menoel2 (mempermainkan dengan jari) penis
Aku gelisah karena hanya berjarak beberapa centimeter dari wanita bugil yang cantik.
“Emang kamu sudah pernah mimpi basah?”, tanyanya
“Sudah” jawabku sedikit bangga
“Mimpi basah sama siapa?”
“Sama Ceu Kokom” jawabku malu
“iih, gedein dulu tuh burungnya, baru boleh mimpi basah beneran”
Aku terdiam.
“Memangnya umur kamu berapa?”, Tanya Ceu Kokom sambil membilas sabun di tubuhnya
“13 tahun” jawabku
Dia melihatku lagi, “Dibanding sama si Dedi yang seumuran, punya kamu lebih gede dikit, jadi lumayanlah”
“Mau digedein lagi gak?”
“Emang harus digedein”, aku belum mengerti
“Nggak harus, cuma kalau lebih gede lebih baik. Banyak cewek yang suka, karena lebih enak”
Karena masih kecil, aku tetap belum mengerti maksudnya, “Iya deh, tapi gimana caranya?”
Ceu Kokom menghampiriku. “Sering-sering dipijit begini. Pas bangun tidur, mau mandi, waktu pipis ke jamban, juga waktu mau tidur”
Ceu Kokom mempraktekan pijitan, mulai dari pangkal penis hingga keujung penis. Sedikit diremas, lalu ditarik2 supaya panjang dan diputar2. Aku deg degan tak keruan dan mata merem melek. Ceu Kokom tersenyum.
“Terus jangan lupa bikin teh malam-malam, simpan. Terus besok pagi, siang, sore, atau sehabis dipijit, rendam burungmu di air teh itu 5 menit. Yang ketiga, jangan pake celana dalam yg sempit seperti ini, biar burungnya bebas berkembang”.
“Cepet gede ya burung.. Nanti kalau sudah gede boleh kesini lagi. Kalau sudah sejengkal ini, kira2 15 cm. ukur pake penggaris” Ceu Kokom mengakhiri pijitannya yang nikmat itu, lalu menyentil penisku,
Begitulah, mulai hari itu aku mengikuti saran Ceu Kokom untuk memperbesar burungku. Tiap hari kupijit dan kurendam. Aku tidak lagi menggunakan celana dalam sempit, tapi menggunakan celana pendek longgar sebagai gantinya. Tidur malampun aku hanya sarungan tanpa cd. Setelah enam bulan, penisku bertambah panjang dan bertambah lebar. Waktu kuukur kira2 bertambah 5 cm, dari 9 cm menjadi 14 cm. Waktu pipis bareng dengan teman2 sebaya memang terlihat ukuran penisku lebih ‘raksasa’.
Merasa sudah memenuhi syarat, aku ke rumah Ceu Kokom. Aku buru2 ke rumahnya karena mendengar kabar ia akan pindah rumah dua hari lagi. Ia sudah menikah dua mingguan lalu dan menurut adat ia dan suaminya tinggal dulu di rumah orangtua perempuan beberapa saat.
“Ceu Kokom, sekarang burungku sudah hampir 15 cm”
Ceu Kokom agak kaget tak percaya. “Iya ya, kamu juga sudah tambah tinggi sekarang”
“Katanya boleh lihat Ceu Kokom mandi lagi”, aku menagih janji.
Ceu Kokom kaget, “Waktu itu aku cuma bercanda”
Ia terdiam sejenak dan melihatku agak kecewa. Lalu berkata, “Okelah. Tapi sekarang aku lihat dulu buktinya”
Ceu Kokom menarikku ke kamar mandi dan menyuruhku membuka celana. Kelihatannya ia cukup kaget melihat penisku yang walaupun belum ngaceng tapi terlihat cukup besar.
Sejenak ia terdiam, mungkin ragu. Tapi melihat wajahku berbinar2 akhirnya ia mencopot baju, rok, bh dan cd nya sehingga bugil. Dan akupun dimintanya untuk bugil.
Melihat Ceu Kokom bugil dan mandi, penisku ngaceng. Ku lihat Ceu Kokom terpana melihat penisku. Seolah tak percaya, ia mendekati dan memegang penisku.
“Lebih dari satu jengkal. Punyamu lebih panjang dan lebih gede dari Kang Didin” katanya. Kang Didin adalah suaminya yang baru dinikahi sebulan lalu.
Entah sengaja atau karena kebetulan sudah begitu dekat, tanganku menyentuh susunya dan memegang. Ceu Kokom kaget sebentar. “Kamu penasaran ya. Ya sudah, pegang saja”, ia membimbing kedua tanganku untuk memegang kedua susunya. Setelah meremas2 sebentar, didorong oleh rasa penasaran mataku mencoba melihat kebawah, melihat vagina. Yang terlihat hanyalah bulu tebal menutupi selangkangannya.
Melihat tatapanku, Ceu Kokom membimbing tanganku untuk mencoba memegang jembutnya. Aku mengelus2 bulu halus itu.
Hanya sebentar, lalu Ceu Kokom kembali mengguyur badannya dan segera mengakhiri mandinya. Mungkin karena takut suaminya keburu pulang. Bagiku pengalaman ini bagaikan kado ulang tahun yg ke 14, saat kelas dua SMP.
Setelah itu Ceu Kokom pindah rumah. Bagiku Ceu Kokom adalah guru pertama yg memperkenalkan masalah seks secara sederhana dan praktis. Ia hadir dalam mimpi basahku, dia yg pertama membelai penisku, dia berjasa memperbesar penisku, dan dia wanita dewasa pertama yang kupegang susu dan jembutnya
"Tuh liat, Ceu Kokom memang bahenol. Susunya gede, bulu jembutnya banyak", kata Maman mengajari kami.
Rupanya memang Maman mengincar Ceu Kokom yang memang tergolong cantik di kampung kami. Umurnya 19 tahun, sudah tamat SMA, namun tidak meneruskan sekolah dan belum bekerja. Dia sudah tunangan dan beberapa bulan lagi menikah. Keluarganya tiga kakak beradik perempuan semua. Seluruh keluarga berangkat pagi, sehingga tinggal Ceu Kokom dirumah. Itu sebabnya dia tidak terburu2 mandi pagi dan baru mandi setelah semua berangkat kerja dan sekolah.
Beberapa kali aku diajak mengintip dan beberapa kali ngomongin wanita dan sex, semua ini mendorong aku cepat puber. Suatu pagi, disaat bangun, aku merasa celanaku basah. Kukira mengompol. Tapi ternyata ompolku berwarna putih kental. Aku mengeluarkan air mani setelah mimpi tak keruan. Aku mimpi basah bersama Ceu Kokom, karena baru dia gambaran wanita bugil yg aku tahu. Saat itu aku belum 14 tahun.
Puber membuatku merasa dewasa. Tanpa komandan Maman, aku mengajak dua temanku untuk mengintip Ceu Kokom lagi. Seperti biasa, setelah mendengar Cu Kokom masuk ke kamar mandi, aku naik pohon untuk menggeser genteng. Mungkin karena belum berpengalaman, genteng terlalu lebar ku geser dan menimbulkan bunyi. Ceu Kokom kaget, melihat ke atas.
“Hey, mau ngintip ya!”, Ceu Kokom segera memakai handuk dan mengejar kami.
Teman2ku yang masih dibawah dapat segera ngacir lari. Sedangkan aku yang masih di atas harus turun secepat mungkin. Namun apa daya aku tertangkap Ceu Kokom. Kupingku dijewer. Mungkin karena merasa hanya memakai handuk, sambil dijewer aku digiring masuk ke kamar mandi.
“Kecil2 mau ngintip. Siapa yg ngajarin ?!” bentak Ceu Kokom
Sambil meringis aku menjawab, “diajarin kang Maman..”
“Si Maman itu memang badung, jangan diikutin”, katanya
“Sering ngintipin aku ya?!”, dia membentak
“Iya.. beberapa kali”, aku masih meringis dan takut
Setelah diam sesaat Ceu Kokom menatapku, “Ya sudah, karena kamu sudah sering lihat aku, sekalian saja lihat sekarang, tidak usah pake ngintip segala”
Lalu Ceu Kokom mencopot handuknya, lalu mandi di pancuran bak. Walaupun masih takut, tapi aku terpana, melihat tubuh ceu Kokom yang mulus. Kulihat lagi susunya yg padat, pentil susunya coklat kemerahan. Lalu dibawah ada bulu2 halus menutupi vaginanya.
Melihat aku terpaku, saat sabunan Ceu Kokom menghampiri. “Kamu bugil juga dong”
Setelah bugil dia mendekat ke penisku, “wah masih kecil koq sudah mau cewek”, ledeknya sambil menoel2 (mempermainkan dengan jari) penis
Aku gelisah karena hanya berjarak beberapa centimeter dari wanita bugil yang cantik.
“Emang kamu sudah pernah mimpi basah?”, tanyanya
“Sudah” jawabku sedikit bangga
“Mimpi basah sama siapa?”
“Sama Ceu Kokom” jawabku malu
“iih, gedein dulu tuh burungnya, baru boleh mimpi basah beneran”
Aku terdiam.
“Memangnya umur kamu berapa?”, Tanya Ceu Kokom sambil membilas sabun di tubuhnya
“13 tahun” jawabku
Dia melihatku lagi, “Dibanding sama si Dedi yang seumuran, punya kamu lebih gede dikit, jadi lumayanlah”
“Mau digedein lagi gak?”
“Emang harus digedein”, aku belum mengerti
“Nggak harus, cuma kalau lebih gede lebih baik. Banyak cewek yang suka, karena lebih enak”
Karena masih kecil, aku tetap belum mengerti maksudnya, “Iya deh, tapi gimana caranya?”
Ceu Kokom menghampiriku. “Sering-sering dipijit begini. Pas bangun tidur, mau mandi, waktu pipis ke jamban, juga waktu mau tidur”
Ceu Kokom mempraktekan pijitan, mulai dari pangkal penis hingga keujung penis. Sedikit diremas, lalu ditarik2 supaya panjang dan diputar2. Aku deg degan tak keruan dan mata merem melek. Ceu Kokom tersenyum.
“Terus jangan lupa bikin teh malam-malam, simpan. Terus besok pagi, siang, sore, atau sehabis dipijit, rendam burungmu di air teh itu 5 menit. Yang ketiga, jangan pake celana dalam yg sempit seperti ini, biar burungnya bebas berkembang”.
“Cepet gede ya burung.. Nanti kalau sudah gede boleh kesini lagi. Kalau sudah sejengkal ini, kira2 15 cm. ukur pake penggaris” Ceu Kokom mengakhiri pijitannya yang nikmat itu, lalu menyentil penisku,
Begitulah, mulai hari itu aku mengikuti saran Ceu Kokom untuk memperbesar burungku. Tiap hari kupijit dan kurendam. Aku tidak lagi menggunakan celana dalam sempit, tapi menggunakan celana pendek longgar sebagai gantinya. Tidur malampun aku hanya sarungan tanpa cd. Setelah enam bulan, penisku bertambah panjang dan bertambah lebar. Waktu kuukur kira2 bertambah 5 cm, dari 9 cm menjadi 14 cm. Waktu pipis bareng dengan teman2 sebaya memang terlihat ukuran penisku lebih ‘raksasa’.
Merasa sudah memenuhi syarat, aku ke rumah Ceu Kokom. Aku buru2 ke rumahnya karena mendengar kabar ia akan pindah rumah dua hari lagi. Ia sudah menikah dua mingguan lalu dan menurut adat ia dan suaminya tinggal dulu di rumah orangtua perempuan beberapa saat.
“Ceu Kokom, sekarang burungku sudah hampir 15 cm”
Ceu Kokom agak kaget tak percaya. “Iya ya, kamu juga sudah tambah tinggi sekarang”
“Katanya boleh lihat Ceu Kokom mandi lagi”, aku menagih janji.
Ceu Kokom kaget, “Waktu itu aku cuma bercanda”
Ia terdiam sejenak dan melihatku agak kecewa. Lalu berkata, “Okelah. Tapi sekarang aku lihat dulu buktinya”
Ceu Kokom menarikku ke kamar mandi dan menyuruhku membuka celana. Kelihatannya ia cukup kaget melihat penisku yang walaupun belum ngaceng tapi terlihat cukup besar.
Sejenak ia terdiam, mungkin ragu. Tapi melihat wajahku berbinar2 akhirnya ia mencopot baju, rok, bh dan cd nya sehingga bugil. Dan akupun dimintanya untuk bugil.
Melihat Ceu Kokom bugil dan mandi, penisku ngaceng. Ku lihat Ceu Kokom terpana melihat penisku. Seolah tak percaya, ia mendekati dan memegang penisku.
“Lebih dari satu jengkal. Punyamu lebih panjang dan lebih gede dari Kang Didin” katanya. Kang Didin adalah suaminya yang baru dinikahi sebulan lalu.
Entah sengaja atau karena kebetulan sudah begitu dekat, tanganku menyentuh susunya dan memegang. Ceu Kokom kaget sebentar. “Kamu penasaran ya. Ya sudah, pegang saja”, ia membimbing kedua tanganku untuk memegang kedua susunya. Setelah meremas2 sebentar, didorong oleh rasa penasaran mataku mencoba melihat kebawah, melihat vagina. Yang terlihat hanyalah bulu tebal menutupi selangkangannya.
Melihat tatapanku, Ceu Kokom membimbing tanganku untuk mencoba memegang jembutnya. Aku mengelus2 bulu halus itu.
Hanya sebentar, lalu Ceu Kokom kembali mengguyur badannya dan segera mengakhiri mandinya. Mungkin karena takut suaminya keburu pulang. Bagiku pengalaman ini bagaikan kado ulang tahun yg ke 14, saat kelas dua SMP.
Setelah itu Ceu Kokom pindah rumah. Bagiku Ceu Kokom adalah guru pertama yg memperkenalkan masalah seks secara sederhana dan praktis. Ia hadir dalam mimpi basahku, dia yg pertama membelai penisku, dia berjasa memperbesar penisku, dan dia wanita dewasa pertama yang kupegang susu dan jembutnya
Langganan:
Postingan (Atom)